Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Permendiktisaintek Nomor 39 Tahun 2025 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi

Kingramli.com - Peraturan Menteri Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Permendiktisaintek) Nomor 39 tahun 2025 tentang Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi, mengatur berbagai hal tentang pendidikan tinggi seperti Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi, Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SNDikti), Tridharma Pendidikan Tinggi, Akreditasi Pendidikan Tinggi, Pangkalan Data Pendidikan Tinggi dan lain lain.

Permendiktisaintek Nomor 39 tahun 2025 ini mencabut Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (permendikbudristek) Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 638)

Permendiktisaintek Nomor 39 tahun 2025 tentang Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi ditetapkan Mendiktisaintek Brian Yuliarto pada tanggal 28 Agustus Tahun 2025 di Jakarta.

Diundangkan Dirjen PP Kemenhum Dhahana Putra pada tanggal 2 September 2025 di Jakarta. Ditempatkan pada Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2025 Nomor 661 oleh Kepala Biro Hukum Kemendiktisaintek Ineke Indraswati. Agar setiap orang mengetahuinya.

Keep stay di blog kami untuk update info dan artikel menarik lainnya.



Permendiktisaintek Nomor 39 Tahun 2025 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi

Latar Belakang

Pertimbangan Permendiktisaintek Nomor 39 Tahun 2025 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi adalah:
  1. bahwa untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan pendidikan tinggi yang berdampak dan selaras dengan perkembangan penjaminan mutu pendidikan tinggi secara internasional, perlu melakukan penyesuaian kebijakan penjaminan mutu pendidikan tinggi dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi;
  2. bahwa Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi sebagaimana dimaksud dalam huruf a sudah tidak sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan hukum, sehingga perlu diganti;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi;

Dasar Hukum

Permendiktisaintek Nomor 39 Tahun 2025 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi memiliki dasar hukum yaitu:
  1. Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 61 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 225 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6994);
  3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5336);
  4. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Perguruan Tinggi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5500);
  5. Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 87, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6676) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6762);
  6. Peraturan Presiden Nomor 189 Tahun 2024 tentang Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 386);
  7. Peraturan Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi Nomor 1 Tahun 2024 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2024 Nomor 1051);

Mencabut

Permendiktisaintek Nomor 39 Tahun 2025 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi mencabut Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (permendikbudristek) Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 638)

Isi Permendiktisaintek Nomor 39 Tahun 2025 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi

Berikut adalah isi Permendiktisaintek Nomor 39 Tahun 2025 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi, bukan format asli:

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN TINGGI, SAINS, DAN TEKNOLOGI TENTANG PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN TINGGI.


BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
  1. Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi adalah kegiatan sistemik untuk meningkatkan mutu pendidikan tinggi secara berencana dan berkelanjutan.
  2. Standar Nasional Pendidikan Tinggi yang selanjutnya disebut SN Dikti adalah satuan standar yang meliputi standar nasional pendidikan ditambah dengan standar penelitian dan standar pengabdian kepada masyarakat.
  3. Tridharma Perguruan Tinggi yang selanjutnya disebut Tridharma adalah kewajiban perguruan tinggi untuk menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
  4. Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi yang selanjutnya disebut SPM Dikti adalah rangkaian unsur dan proses terkait mutu pendidikan tinggi yang saling berkaitan dan tersusun secara teratur dalam menjamin dan meningkatkan mutu pendidikan tinggi secara berencana dan berkelanjutan.
  5. Sistem Penjaminan Mutu Internal yang selanjutnya disingkat SPMI adalah rangkaian unsur dan proses yang saling berkaitan dan tersusun secara teratur dalam rangka menjamin dan meningkatkan mutu pendidikan tinggi di perguruan tinggi secara otonom.
  6. Sistem Penjaminan Mutu Eksternal yang selanjutnya disingkat SPME adalah rangkaian unsur dan proses yang saling berkaitan dan tersusun secara teratur dalam rangka menjamin dan meningkatkan mutu pendidikan tinggi melalui Akreditasi.
  7. Akreditasi adalah kegiatan penilaian sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan berdasarkan SN Dikti.
  8. Masa Tempuh Kurikulum adalah waktu teoretis yang dibutuhkan untuk menyelesaikan seluruh beban belajar dalam kurikulum pada suatu program pendidikan tinggi secara penuh waktu.
  9. Masa Studi adalah waktu yang dibutuhkan oleh mahasiswa untuk menyelesaikan seluruh beban belajar dalam kurikulum pada suatu program pendidikan tinggi yang dapat berbeda dari Masa Tempuh Kurikulum.
  10. Pangkalan Data Pendidikan Tinggi yang selanjutnya disebut PD Dikti adalah kumpulan data penyelenggaraan pendidikan tinggi seluruh perguruan tinggi yang terintegrasi secara nasional.
  11. Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi yang selanjutnya disebut Kementerian adalah kementerian yang menyelenggarakan suburusan pemerintahan pendidikan tinggi yang merupakan lingkup urusan pemerintahan di bidang pendidikan dan urusan pemerintahan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
  12. Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi yang selanjutnya disebut Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan suburusan pemerintahan pendidikan tinggi yang merupakan lingkup urusan pemerintahan di bidang pendidikan dan urusan pemerintahan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
  13. Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi yang selanjutnya disingkat BAN-PT adalah badan yang dibentuk oleh Pemerintah untuk mengembangkan sistem Akreditasi.
  14. Lembaga Akreditasi Mandiri yang selanjutnya disingkat LAM adalah lembaga akreditasi mandiri yang dibentuk oleh Pemerintah atau masyarakat yang diakui oleh Pemerintah.

Pasal 2
  1. Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi dilakukan melalui penetapan, pelaksanaan, evaluasi, pengendalian, dan peningkatan standar pendidikan tinggi.
  2. Standar pendidikan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
    1. SN Dikti; dan
    2. standar pendidikan tinggi yang ditetapkan oleh perguruan tinggi.


BAB II
STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN TINGGI

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 3
  1. SN Dikti bertujuan untuk:
    1. memberikan kerangka penyelenggaraan pendidikan tinggi untuk mencapai tujuan pendidikan tinggi yang berperan strategis dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, serta memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk kemajuan pembangunan bangsa Indonesia yang berkelanjutan;
    2. menjamin penyelenggaraan pendidikan tinggi yang efektif, inklusif, dan adaptif sesuai dinamika perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan kehidupan masyarakat;
    3. menjamin penyelenggaraan pendidikan tinggi untuk menghasilkan sumber daya manusia unggul; dan
    4. mendorong perguruan tinggi untuk secara berkelanjutan meningkatkan mutu melampaui SN Dikti.
  2. SN Dikti wajib dipenuhi setiap perguruan tinggi untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

Pasal 4
  1. SN Dikti terdiri atas:
    1. standar nasional pendidikan;
    2. standar penelitian; dan
    3. standar pengabdian kepada masyarakat.
  2. Standar nasional pendidikan, standar penelitian, dan standar pengabdian kepada masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan sebagai dasar bagi perguruan tinggi dalam penyelenggaraan Tridharma.
  3. Penyelenggaraan Tridharma sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan misi dan mandat perguruan tinggi dengan menentukan proporsi pelaksanaan masing-masing dharma di tingkat perguruan tinggi, program studi, dan individu dosen.

Bagian Kedua
Standar Nasional Pendidikan

Paragraf 1
Umum

Pasal 5
  1. Standar nasional pendidikan terdiri atas:
    1. standar luaran pendidikan;
    2. standar proses pendidikan; dan
    3. standar masukan pendidikan.
  2. Standar luaran pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan standar kompetensi lulusan.
  3. Standar proses pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:
    1. standar proses pembelajaran;
    2. standar penilaian; dan
    3. standar pengelolaan.
  4. Standar masukan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas:
    1. standar isi;
    2. standar dosen dan tenaga kependidikan;
    3. standar sarana dan prasarana; dan
    4. standar pembiayaan.
  5. Standar nasional pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi acuan dalam menyusun, menyelenggarakan, dan mengevaluasi kurikulum.

Paragraf 2
Standar Kompetensi Lulusan

Pasal 6
  1. Standar kompetensi lulusan merupakan kriteria minimal mengenai kesatuan kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang menunjukkan capaian mahasiswa dari hasil pembelajarannya pada akhir program pendidikan tinggi.
  2. Standar kompetensi lulusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk menyiapkan mahasiswa menjadi anggota masyarakat yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, berkarakter sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, mampu dan mandiri untuk menerapkan, mengembangkan, menemukan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bermanfaat bagi masyarakat, serta secara aktif mengembangkan potensinya.
  3. Standar kompetensi lulusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirumuskan dalam capaian pembelajaran lulusan.

Pasal 7

Capaian pembelajaran lulusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) untuk setiap program studi mencakup kompetensi yang meliputi:
  1. penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, kecakapan/keterampilan spesifik dan aplikasinya untuk 1 (satu) atau sekumpulan bidang keilmuan tertentu;
  2. kecakapan umum yang dibutuhkan sebagai dasar untuk penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi serta bidang kerja yang relevan;
  3. pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk dunia kerja dan/atau melanjutkan studi pada jenjang yang lebih tinggi ataupun untuk mendapatkan sertifikat profesi; dan
  4. kemampuan intelektual untuk berpikir secara mandiri dan kritis sebagai pembelajar sepanjang hayat.

Pasal 8
  1. Capaian pembelajaran lulusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 disusun oleh unit pengelola program studi dengan melibatkan:
    1. pemangku kepentingan; dan/atau
    2. dunia usaha, dunia industri, dan dunia kerja.
  2. Capaian pembelajaran lulusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memperhatikan:
    1. visi dan misi perguruan tinggi;
    2. kerangka kualifikasi nasional Indonesia;
    3. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
    4. kebutuhan kompetensi kerja dari dunia kerja;
    5. ranah keilmuan program studi;
    6. kompetensi utama lulusan program studi; dan
    7. kurikulum program studi sejenis.
  3. Capaian pembelajaran lulusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diinformasikan kepada mahasiswa pada program studi tersebut.
  4. Capaian pembelajaran lulusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun ke dalam mata kuliah pada setiap program studi.
  5. Mata kuliah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) memiliki capaian pembelajaran mata kuliah yang berkontribusi pada capaian pembelajaran lulusan.

Pasal 9

Kompetensi utama lulusan program studi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf f harus memenuhi ketentuan:
  1. program diploma satu, minimal:
    1. menguasai konsep umum pengetahuan dan keterampilan operasional lengkap; dan
    2. mampu melaksanakan serangkaian tugas spesifik;
  2. program diploma dua, minimal:
    1. menguasai prinsip dasar pengetahuan serta keterampilan pada bidang keahlian tertentu; dan
    2. mampu menyelesaikan tugas berlingkup luas serta kasus spesifik dengan memilih metode baku yang tepat;
  3. program diploma tiga, minimal:
    1. menguasai konsep teoretis bidang pengetahuan dan keterampilan tertentu secara umum;
    2. mampu menyelesaikan pekerjaan berlingkup luas; dan
    3. mampu memilih metode yang sesuai dari beragam pilihan yang sudah maupun belum baku berdasarkan analisis data;
  4. program sarjana, minimal:
    1. menguasai konsep teoretis bidang pengetahuan dan keterampilan tertentu secara umum dan khusus untuk menyelesaikan masalah secara prosedural sesuai dengan lingkup pekerjaannya; dan
    2. mampu beradaptasi terhadap situasi perubahan yang dihadapi;
  5. program sarjana terapan, minimal:
    1. mampu menerapkan konsep teoretis bidang pengetahuan dan keterampilan tertentu secara umum dan khusus untuk menyelesaikan masalah secara prosedural sesuai dengan lingkup pekerjaannya; dan
    2. mampu beradaptasi terhadap situasi perubahan yang dihadapi;
  6. program profesi, minimal:
    1. menguasai teori aplikasi bidang pengetahuan dan keterampilan tertentu dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi pada bidang profesi tertentu; dan
    2. mampu mengelola sumber daya, menerapkan standar profesi, mengevaluasi, dan mengembangkan strategi organisasi;
  7. program magister, minimal menguasai teori bidang pengetahuan tertentu untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui riset atau penciptaan karya inovatif;
  8. program magister terapan, minimal mampu mengembangkan keahlian dengan landasan pemahaman ilmu pengetahuan dan teknologi melalui riset atau penciptaan karya inovatif yang dapat diterapkan di lingkup pekerjaan tertentu;
  9. program spesialis, minimal menguasai teori bidang ilmu pengetahuan tertentu untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi pada bidang keilmuan dan praktik profesionalnya melalui praktik profesional serta didukung dengan riset keilmuan;
  10. program doktor, minimal:
    1. menguasai filosofi keilmuan bidang ilmu pengetahuan dan keterampilan tertentu; dan
    2. mampu melakukan pendalaman dan perluasan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui riset atau penciptaan karya orisinal dan teruji;
  11. program doktor terapan, minimal:
    1. mampu mengembangkan dan meningkatkan keahlian spesifik yang mendalam didasari penerapan pemahaman filosofi keilmuan bidang ilmu pengetahuan dan keterampilan tertentu; dan
    2. mampu melakukan pendalaman dan perluasan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui riset atau penciptaan karya inovatif yang dapat diterapkan di lingkup pekerjaan tertentu; dan
  12. program subspesialis, minimal:
    1. menguasai filosofi keilmuan bidang pengetahuan dan keterampilan tertentu; dan
    2. mampu melakukan pendalaman ilmu pengetahuan dan teknologi secara lebih spesifik di dalam bidang keilmuannya dan praktik profesionalnya melalui praktik profesional serta didukung dengan riset keilmuan.

Pasal 10
  1. Kompetensi utama lulusan program studi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 disusun oleh asosiasi program studi sejenis bersama pihak lain yang terkait.
  2. Dalam hal asosiasi program studi sejenis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum terbentuk, kompetensi utama lulusan program studi disusun oleh perguruan tinggi.

Paragraf 3
Standar Proses Pembelajaran

Pasal 11
  1. Standar proses pembelajaran merupakan kriteria minimal proses pembelajaran untuk mencapai standar kompetensi lulusan.
  2. Standar proses pembelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
    1. perencanaan proses pembelajaran;
    2. pelaksanaan proses pembelajaran; dan
    3. penilaian proses pembelajaran.

Pasal 12
  1. Perencanaan proses pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf a merupakan kegiatan perumusan:
    1. capaian pembelajaran yang menjadi tujuan belajar;
    2. cara mencapai tujuan belajar melalui strategi dan metode pembelajaran; dan
    3. cara menilai ketercapaian capaian pembelajaran.
  2. Perencanaan proses pembelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh dosen dan/atau tim dosen pengampu dalam koordinasi unit pengelola program studi.

Pasal 13
  1. Pelaksanaan proses pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf b merupakan pelaksanaan kegiatan pembelajaran secara terstruktur sesuai dengan arahan dosen dan/atau tim dosen pengampu dengan bentuk, strategi, dan metode pembelajaran tertentu.
  2. Pelaksanaan proses pembelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu pada perencanaan proses pembelajaran dengan memanfaatkan sumber pembelajaran yang tepat.

Pasal 14
  1. Pelaksanaan proses pembelajaran diselenggarakan dengan:
    1. menciptakan suasana belajar yang menyenangkan, inklusif, kolaboratif, kreatif, dan efektif;
    2. memberikan kesempatan belajar yang sama tanpa membedakan latar belakang pendidikan, sosial, ekonomi, budaya, bahasa, jalur penerimaan mahasiswa, dan kebutuhan khusus mahasiswa;
    3. menjamin keamanan, kenyamanan, dan kesejahteraan hidup sivitas akademika; dan
    4. memberikan fleksibilitas dalam proses pendidikan untuk memfasilitasi pendidikan berkelanjutan sepanjang hayat.
  2. Penjaminan keamanan, kenyamanan, dan kesejahteraan hidup sivitas akademika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c termasuk pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap sivitas akademika sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
  3. Fleksibilitas dalam proses pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d diberikan dalam bentuk:
    1. proses pembelajaran yang dapat dilakukan secara tatap muka, jarak jauh termasuk daring, atau kombinasi tatap muka dengan jarak jauh;
    2. keleluasaan kepada mahasiswa untuk mengikuti pendidikan dari berbagai tahapan kurikulum atau studi sesuai dengan kurikulum program studi; dan
    3. keleluasaan kepada mahasiswa untuk menyelesaikan pendidikan melalui rekognisi pembelajaran lampau sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 15
  1. Pelaksanaan proses pembelajaran dilaksanakan dengan sistem kredit semester.
  2. Proses pembelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan Masa Tempuh Kurikulum 2 (dua) semester untuk 1 (satu) tahun akademik.
  3. Selain 2 (dua) semester sebagaimana dimaksud pada ayat (2), perguruan tinggi dapat menyelenggarakan 1 (satu) semester antara sesuai dengan kebutuhan.
  4. Beban belajar dalam proses pembelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan dalam satuan kredit semester.
  5. Satuan kredit semester sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan takaran waktu kegiatan belajar yang dibebankan pada mahasiswa per semester dalam proses pembelajaran melalui berbagai bentuk pembelajaran dan besarnya pengakuan atas keberhasilan usaha mahasiswa dalam mengikuti kegiatan kurikuler di suatu program studi.
  6. Beban belajar 1 (satu) satuan kredit semester setara dengan 45 (empat puluh lima) jam per semester.

Pasal 16
  1. Pemenuhan beban belajar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (4) dilakukan dalam bentuk kuliah, responsi, tutorial, seminar, praktikum, praktik, studio, penelitian, perancangan, pengembangan, tugas akhir, pelatihan bela negara, pertukaran pelajar, magang, wirausaha, pengabdian kepada masyarakat, dan/atau bentuk pembelajaran lain.
  2. Bentuk pembelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui kegiatan:
    1. belajar terbimbing;
    2. penugasan terstruktur; dan/atau
    3. mandiri.
  3. Penghitungan beban belajar dalam sistem blok, modul, atau bentuk lain ditetapkan sesuai dengan kebutuhan dalam memenuhi capaian pembelajaran.
  4. Pemenuhan beban belajar dapat dilakukan di luar program studi dalam bentuk pembelajaran:
    1. dalam program studi yang berbeda pada perguruan tinggi yang sama;
    2. dalam program studi yang sama atau program studi yang berbeda pada perguruan tinggi lain; dan
    3. pada lembaga di luar perguruan tinggi.
  5. Pembelajaran pada lembaga di luar perguruan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c merupakan kegiatan dalam program yang dapat ditentukan oleh Kementerian dan/atau pemimpin perguruan tinggi.
  6. Pembelajaran pada lembaga di luar perguruan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c dilaksanakan dengan bimbingan Dosen dan/atau pembimbing lain yang ditentukan oleh perguruan tinggi dan/atau lembaga di luar perguruan tinggi yang menjadi mitra pelaksanaan proses pembelajaran.

Pasal 17
  1. Beban belajar dan Masa Tempuh Kurikulum pada:
    1. program diploma satu, paling sedikit 36 (tiga puluh enam) satuan kredit semester yang dirancang selama 2 (dua) semester;
    2. program diploma dua, paling sedikit 72 (tujuh puluh dua) satuan kredit semester yang dirancang selama 4 (empat) semester; dan
    3. program diploma tiga, paling sedikit 108 (seratus delapan) satuan kredit semester yang dirancang selama 6 (enam) semester.
  2. Distribusi beban belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
    1. pada semester satu dan semester dua paling banyak 20 (dua puluh) satuan kredit semester; dan
    2. pada semester tiga dan seterusnya paling banyak 24 (dua puluh empat) satuan kredit semester.
  3. Distribusi beban belajar selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilaksanakan pada semester antara paling banyak 9 (sembilan) satuan kredit semester.
  4. Mahasiswa pada program diploma satu, diploma dua, dan diploma tiga wajib melaksanakan kegiatan magang di dunia usaha, dunia industri, dan dunia kerja yang relevan.
  5. Kegiatan magang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan dengan durasi dan beban belajar yang ditetapkan oleh perguruan tinggi.
  6. Mahasiswa pada program diploma tiga dapat diberikan tugas akhir dalam bentuk prototipe, proyek, atau bentuk tugas akhir lainnya yang sejenis, baik secara individu maupun berkelompok.

Pasal 18
  1. Beban belajar dan Masa Tempuh Kurikulum pada program sarjana atau sarjana terapan paling sedikit 144 (seratus empat puluh empat) satuan kredit semester yang dirancang selama 8 (delapan) semester.
  2. Distribusi beban belajar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada:
    1. semester satu dan semester dua paling banyak 20 (dua puluh) satuan kredit semester; dan
    2. semester tiga dan seterusnya paling banyak 24 (dua puluh empat) satuan kredit semester.
  3. Distribusi beban belajar selain ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilaksanakan pada semester antara paling banyak 9 (sembilan) satuan kredit semester.
  4. Mahasiswa pada program sarjana dan sarjana terapan dapat memenuhi sebagian beban belajar di luar program studi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (4).
  5. Mahasiswa pada program sarjana terapan wajib melaksanakan kegiatan magang di dunia usaha, dunia industri, atau dunia kerja yang relevan.
  6. Durasi dan beban belajar untuk pemenuhan sebagian beban belajar di luar program studi dan kegiatan magang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) ditetapkan oleh perguruan tinggi.
  7. Perguruan tinggi wajib memfasilitasi pemenuhan beban belajar di luar program studi dan kegiatan magang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5).
  8. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sampai dengan ayat (7) dikecualikan bagi mahasiswa pada program studi kedokteran, kebidanan, dan keperawatan.
  9. Program studi pada program sarjana atau sarjana terapan memastikan ketercapaian kompetensi lulusan melalui:
    1. pemberian tugas akhir yang dapat berbentuk skripsi, prototipe, proyek, atau bentuk tugas akhir lainnya yang sejenis baik secara individu maupun berkelompok; atau
    2. penerapan kurikulum berbasis proyek atau bentuk pembelajaran lainnya yang sejenis dan asesmen yang dapat menunjukkan ketercapaian kompetensi lulusan.

Pasal 19
  1. Beban belajar dan Masa Tempuh Kurikulum pada program magister atau magister terapan paling sedikit 36 (tiga puluh enam) satuan kredit semester yang dirancang paling sedikit selama 3 (tiga) semester.
  2. Mahasiswa pada program magister atau magister terapan wajib diberikan tugas akhir dalam bentuk tesis, prototipe, proyek, atau bentuk tugas akhir lainnya yang sejenis.

Pasal 20
  1. Masa Tempuh Kurikulum pada program doktor atau doktor terapan dirancang selama 6 (enam) semester.
  2. Mahasiswa pada program doktor atau doktor terapan wajib diberikan tugas akhir dalam bentuk disertasi, prototipe, proyek, atau bentuk tugas akhir lainnya yang sejenis.

Pasal 21
  1. Unit pengelola program studi dapat menyelenggarakan pendidikan khusus melalui program percepatan pembelajaran bagi mahasiswa yang memiliki kemampuan luar biasa untuk dapat mengikuti pembelajaran mata kuliah sebagai kegiatan pemerolehan kredit pada program:
    1. magister atau magister terapan dalam bidang yang sama setelah sekurang-kurangnya 6 (enam) semester mengikuti program sarjana atau sarjana terapan;
    2. pendidikan profesi guru setelah sekurangkurangnya 6 (enam) semester mengikuti program sarjana atau sarjana terapan; dan/atau
    3. doktor atau doktor terapan dalam bidang yang sama setelah sekurang-kurangnya 2 (dua) semester mengikuti program magister atau magister terapan.
  2. Program studi asal dan tujuan mahasiswa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan pada perguruan tinggi yang sama.
  3. Program studi asal dan tujuan mahasiswa sebagaimana dimaksud pada ayat (2):
    1. memiliki status terakreditasi unggul;
    2. memiliki status terakreditasi secara internasional; atau
    3. ditetapkan oleh Menteri berdasarkan kebutuhan mendesak.
  4. Perguruan tinggi mengajukan izin pelaksanaan program percepatan pembelajaran kepada Menteri.
  5. Persyaratan program percepatan pembelajaran dan kemampuan luar biasa mahasiswa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penyelenggaraan pendidikan khusus di perguruan tinggi.

Pasal 22

Beban belajar dan Masa Tempuh Kurikulum pada program profesi, spesialis, atau subspesialis disusun dan ditetapkan oleh perguruan tinggi bersama organisasi profesi, kementerian lain, dan/atau lembaga pemerintah nonkementerian yang bertanggung jawab atas mutu layanan profesi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Pasal 23
  1. Perguruan tinggi menetapkan rentang Masa Studi mahasiswa penuh waktu dan paruh waktu dengan memperhatikan Masa Tempuh Kurikulum, total beban belajar, efektivitas pembelajaran bagi mahasiswa yang bersangkutan, fleksibilitas dalam proses pembelajaran, ketersediaan dukungan pendanaan, dan efisiensi pemanfaatan sumber daya perguruan tinggi.
  2. Masa Studi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak melebihi 2 (dua) kali Masa Tempuh Kurikulum bagi mahasiswa penuh waktu.
  3. Program studi yang diselenggarakan dengan bekerja sama dengan perguruan tinggi luar negeri dapat menyusun beban belajar dan Masa Tempuh Kurikulum yang berbeda dengan Peraturan Menteri ini setelah mendapat persetujuan dari Menteri.

Pasal 24
  1. Penilaian proses pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) huruf c merupakan kegiatan asesmen terhadap perencanaan dan pelaksanaan proses pembelajaran yang bertujuan untuk memperbaiki proses pembelajaran.
  2. Penilaian proses pembelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh dosen dan/atau tim dosen pengampu dalam koordinasi unit pengelola program studi.

Pasal 25
  1. Perguruan tinggi melakukan evaluasi terhadap proses pembelajaran.
  2. Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit dilakukan terhadap 2 (dua) dari aspek:
    1. aktivitas pembelajaran pada setiap angkatan;
    2. jumlah mahasiswa aktif pada setiap angkatan;
    3. Masa Tempuh Kurikulum;
    4. masa penyelesaian studi mahasiswa; dan
    5. tingkat serapan lulusan mahasiswa di dunia kerja.
  3. Perguruan tinggi menggunakan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk memperbaiki dan meningkatkan proses pembelajaran secara berkelanjutan.

Paragraf 4
Standar Penilaian

Pasal 26
  1. Standar penilaian merupakan kriteria minimal mengenai penilaian hasil belajar mahasiswa untuk mencapai standar kompetensi lulusan.
  2. Penilaian hasil belajar mahasiswa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara valid, reliabel, transparan, akuntabel, berkeadilan, objektif, dan edukatif.

Pasal 27
  1. Penilaian hasil belajar mahasiswa berbentuk penilaian formatif dan penilaian sumatif.
  2. Penilaian formatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk:
    1. memantau perkembangan belajar mahasiswa;
    2. memberikan umpan balik agar mahasiswa memenuhi capaian pembelajarannya; dan
    3. memperbaiki proses pembelajaran.
  3. Penilaian sumatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk menilai pencapaian hasil belajar mahasiswa sebagai dasar penentuan kelulusan mata kuliah dan kelulusan program studi, dengan mengacu pada pemenuhan capaian pembelajaran lulusan.
  4. Penilaian sumatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk ujian tertulis, ujian lisan, penilaian proyek, penilaian tugas, uji kompetensi, dan/atau bentuk penilaian lain yang sejenis.
  5. Penilaian formatif dan penilaian sumatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan mekanisme penilaian yang ditetapkan oleh perguruan tinggi.
  6. Mekanisme penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disosialisasikan kepada mahasiswa.

Pasal 28
  1. Penilaian hasil belajar mahasiswa dalam suatu mata kuliah dinyatakan dalam:
    1. indeks prestasi; atau
    2. keterangan lulus atau tidak lulus.
  2. Bentuk penilaian indeks prestasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dinyatakan dalam kisaran:
    1. huruf A setara dengan angka 4 (empat);
    2. huruf B setara dengan angka 3 (tiga);
    3. huruf C setara dengan angka 2 (dua);
    4. huruf D setara dengan angka 1 (satu); atau
    5. huruf E setara dengan angka 0 (nol).
  3. Perguruan tinggi dapat memberikan nilai antara sesuai dengan kisaran nilai dalam huruf dan angka sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
  4. Keterangan lulus atau tidak lulus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat digunakan pada mata kuliah yang:
    1. berbentuk kegiatan di luar kelas; dan/atau
    2. menggunakan penilaian sumatif berupa uji kompetensi.
  5. Hasil penilaian capaian pembelajaran pada:
    1. setiap semester dinyatakan dengan Indeks Prestasi Semester; dan
    2. akhir program studi dinyatakan dengan Indeks Prestasi Kumulatif.
  6. Indeks Prestasi Semester dan Indeks Prestasi Kumulatif hanya dihitung dari rata-rata nilai mata kuliah yang menggunakan penilaian indeks prestasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a.
  7. Hasil penilaian sumatif dilaporkan perguruan tinggi ke PD Dikti.

Pasal 29
  1. Penilaian tugas akhir dilakukan oleh penguji yang ditetapkan oleh perguruan tinggi.
  2. Penguji tugas akhir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada program doktor atau doktor terapan melibatkan penguji yang berasal dari luar perguruan tinggi.
  3. Penguji yang berasal dari luar perguruan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus:
    1. independen dari pelaksanaan penelitian tugas akhir yang sedang dinilai; dan
    2. bebas dari potensi konflik kepentingan baik dengan mahasiswa maupun tim promotor.

Pasal 30
  1. Mahasiswa program diploma dan program sarjana atau sarjana terapan dinyatakan lulus jika telah menempuh seluruh beban belajar yang ditetapkan dan memiliki capaian pembelajaran lulusan yang ditargetkan oleh program studi dengan Indeks Prestasi Kumulatif lebih besar atau sama dengan 2,0 (dua koma nol).
  2. Mahasiswa program profesi, program magister, program magister terapan, program spesialis, program doktor, program doktor terapan, dan program subspesialis, dinyatakan lulus jika telah menempuh seluruh beban belajar yang ditetapkan dan memiliki capaian embelajaran lulusan yang ditargetkan oleh program studi dengan Indeks Prestasi Kumulatif lebih besar atau sama dengan 3,0 (tiga koma nol).
  3. Perguruan tinggi dapat memberikan predikat kelulusan mahasiswa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sesuai dengan kriteria yang ditetapkan oleh perguruan tinggi.

Paragraf 5
Standar Pengelolaan

Pasal 31
  1. Standar pengelolaan merupakan kriteria minimal mengenai perencanaan, pelaksanaan, serta pengawasan dan pengendalian kegiatan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan.
  2. Perencanaan, pelaksanaan, serta pengawasan dan pengendalian kegiatan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menerapkan prinsip tata kelola perguruan tinggi yang baik untuk melaksanakan misi perguruan tinggi.

Pasal 32
  1. Perencanaan kegiatan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) dilakukan oleh perguruan tinggi dengan menyusun perencanaan pengembangan jangka panjang yang dinyatakan dalam rencana strategis perguruan tinggi.
  2. Perencanaan kegiatan pendidikan untuk peningkatan proses dan hasil belajar secara berkelanjutan dituangkan dalam rencana jangka menengah dan jangka pendek.

Pasal 33
  1. Pelaksanaan kegiatan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) dilakukan:
    1. dengan menjunjung tinggi integritas dan etika akademik; dan
    2. dalam kerangka kebebasan akademik, kebebasan mimbar akademik, dan otonomi keilmuan yang bertanggung jawab.
  2. Pelaksanaan kegiatan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal meliputi:
    1. pengelolaan dan pelayanan kepada mahasiswa;
    2. pengelolaan sumber daya; dan
    3. pengelolaan data dan informasi dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.

Pasal 34
  1. Pengawasan dan pengendalian kegiatan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) dilakukan dalam bidang akademik dan nonakademik berdasarkan misi perguruan tinggi.
  2. Pengawasan dan pengendalian kegiatan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal meliputi:
    1. pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kegiatan pendidikan serta efektivitas kebijakan akademik;
    2. pemantauan potensi risiko;
    3. penjaminan kepatuhan pada pengaturan otoritas akademik dan etika akademik;
    4. penerimaan, pendokumentasian, pemrosesan dan penyelesaian keluhan, laporan atau pengaduan terhadap dugaan pelanggaran etika akademik, pelanggaran peraturan perguruan tinggi, dan pelanggaran peraturan perundang-undangan; dan
    5. pelaporan dan akuntabilitas terhadap pemanfaatan bantuan pendanaan dan/atau sumber daya dari mitra.

Pasal 35

Pengelolaan dan pelayanan kepada mahasiswa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) huruf a minimal meliputi:
  1. penerimaan mahasiswa baru;
  2. penyiapan mahasiswa; dan
  3. layanan mahasiswa.

Pasal 36
  1. Penerimaan mahasiswa baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf a dilakukan berdasarkan potensi serta prestasi mahasiswa dalam bidang akademik dan/atau nonakademik.
  2. Penerimaan mahasiswa baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat:
    1. afirmatif dengan menunjukkan keberpihakan kepada mahasiswa yang kurang mampu secara ekonomi;
    2. inklusif dengan memperhatikan kebutuhan khusus mahasiswa; dan
    3. adil dengan memberi kesempatan terbuka tanpa membedakan suku, agama, ras, dan antargolongan.
  3. Penerimaan mahasiswa baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
    1. diumumkan secara terbuka di laman resmi perguruan tinggi dan dapat diakses oleh masyarakat; dan
    2. dilakukan melalui mekanisme seleksi yang transparan dan akuntabel.
  4. Perguruan tinggi dalam penerimaan mahasiswa baru dapat melakukan rekognisi pembelajaran lampau sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 37
  1. Penyiapan mahasiswa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf b dilakukan bagi mahasiswa baru yang akan mulai mengikuti pendidikan.
  2. Penyiapan mahasiswa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal meliputi:
    1. penjelasan umum perguruan tinggi;
    2. cara belajar yang menjunjung prinsip integritas akademik;
    3. cara mewujudkan kampus yang bebas dari kekerasan seksual, perundungan, dan intoleransi; dan
    4. cara beradaptasi pada kehidupan di perguruan tinggi yang aman, sehat, dan ramah lingkungan.
  3. Seluruh kegiatan dalam penyiapan mahasiswa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus bebas dari kekerasan seksual, perundungan, dan intoleransi.

Pasal 38
  1. Layanan mahasiswa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf c minimal meliputi layanan:
    1. administrasi akademik;
    2. bimbingan konseling;
    3. kesehatan; dan
    4. keperluan dasar untuk mahasiswa berkebutuhan khusus.
  2. Layanan mahasiswa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan oleh unit khusus atau terintegrasi dalam pengelolaan perguruan tinggi.

Pasal 39
  1. Pengelolaan data dan informasi dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) huruf c bertujuan untuk:
    1. memastikan keamanan, kebenaran, akurasi, kelengkapan dan kemutakhiran data akademik;
    2. mendukung perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pengambilan keputusan dalam pengelolaan perguruan tinggi;
    3. melaporkan data profil dan kinerja perguruan tinggi pada PD Dikti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan
    4. menyediakan data dan informasi perguruan tinggi yang dapat diakses publik.
  2. Data dan informasi perguruan tinggi yang dapat diakses publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d disajikan minimal melalui laman resmi perguruan tinggi.

Paragraf 6
Standar Isi

Pasal 40

Standar isi merupakan kriteria minimal yang mencakup ruang lingkup materi pembelajaran untuk mencapai standar kompetensi lulusan.


Pasal 41
  1. Materi pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 bagi setiap program studi memiliki tingkat kedalaman dan keluasan sesuai jenis, program, dan standar kompetensi lulusan, dengan memperhatikan perkembangan:
    1. ilmu pengetahuan dan teknologi yang menjadi dasar keilmuan program studi;
    2. ilmu pengetahuan dan teknologi mutakhir yang relevan dengan program studi;
    3. konsep baru yang dihasilkan dari penelitian terkini; dan
    4. dunia kerja yang relevan dengan profesi lulusan program studi.
  2. Tingkat kedalaman dan keluasan materi pembelajaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu pada capaian pembelajaran lulusan setiap program studi.

Pasal 42
  1. Materi pembelajaran pada pendidikan akademik diutamakan untuk menyiapkan lulusan agar mampu menguasai, mengembangkan, dan/atau menerapkan cabang ilmu pengetahuan dan teknologi.
  2. Materi pembelajaran pada pendidikan vokasi diutamakan untuk menyiapkan lulusan agar mampu mengembangkan keterampilan dan penalaran melalui penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk melakukan pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu.
  3. Materi pembelajaran pada pendidikan profesi diutamakan untuk menyiapkan lulusan agar mampu melakukan pekerjaan yang memerlukan persyaratan keahlian khusus.

Pasal 43
  1. Materi pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 disusun dalam kurikulum program studi dan dapat dinyatakan secara terpisah maupun terintegrasi dalam bentuk:
    1. mata kuliah;
    2. modul;
    3. blok tematik; dan/atau
    4. bentuk lain.
  2. Materi pembelajaran dalam kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diisi dengan program kompetensi mikro.
  3. Program kompetensi mikro sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa:
    1. pembelajaran jangka pendek dengan kredensial mikro;
    2. pembelajaran secara daring dari institusi lain yang bersifat terbuka (massive open online courses); dan/atau
    3. bentuk lain.

Pasal 44
  1. Kurikulum program studi minimal mencakup:
    1. capaian pembelajaran lulusan;
    2. Masa Tempuh Kurikulum;
    3. metode pembelajaran;
    4. modalitas pembelajaran;
    5. syarat kompetensi dan/atau kualifikasi calon mahasiswa;
    6. penilaian hasil belajar;
    7. materi pembelajaran yang harus ditempuh; dan
    8. tata cara penerimaan mahasiswa pada berbagai tahapan kurikulum.
  2. Dalam hal program studi mengakomodasi mahasiswa melalui rekognisi pembelajaran lampau, kurikulum program studi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga mencakup tata cara penerimaan mahasiswa pada berbagai tahapan kurikulum.

Pasal 45
  1. Program studi pada pendidikan vokasi dapat menerapkan kurikulum yang diselenggarakan bersama dunia usaha, dunia industri, dan dunia kerja dalam sistem ganda atau sebutan lain.
  2. Kurikulum sistem ganda atau sebutan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kurikulum yang menggabungkan pembelajaran di perguruan tinggi dengan magang di dunia usaha, dunia industri, dunia kerja, dan/atau industri yang dikelola oleh perguruan tinggi (teaching factory).

Paragraf 7
Standar Dosen dan Tenaga Kependidikan

Pasal 46
  1. Standar dosen dan tenaga kependidikan merupakan kriteria minimal mengenai:
    1. kompetensi dan kualifikasi dosen untuk melaksanakan tugas dan fungsi sebagai teladan, pendidik dan perancang pembelajaran, fasilitator, serta motivator mahasiswa; dan
    2. kompetensi dan kualifikasi tenaga kependidikan sesuai dengan tugas dan fungsi dalam melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan, untuk mencapai standar kompetensi lulusan.
  2. Kompetensi dosen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional.
  3. Kualifikasi dosen untuk setiap program pendidikan tinggi ditentukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  4. Pemenuhan kualifikasi dosen yang berasal dari praktisi dapat dilakukan melalui rekognisi pembelajaran lampau.
  5. Dosen pada pendidikan vokasi dapat berasal dari praktisi dunia usaha, dunia industri, dan dunia kerja.

Pasal 47

Kompetensi dan kualifikasi tenaga kependidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) huruf b ditetapkan oleh perguruan tinggi sesuai dengan kebutuhan.


Paragraf 8
Standar Sarana dan Prasarana

Pasal 48
  1. Standar sarana dan prasarana merupakan kriteria minimal mengenai sarana dan prasarana sesuai dengan kebutuhan pembelajaran untuk mencapai standar kompetensi lulusan.
  2. Perguruan tinggi menjamin dan menyediakan akses terhadap sarana dan prasarana yang:
    1. mengakomodasi kebutuhan pendidikan mahasiswa;
    2. mengakomodasi pelaksanaan tugas dosen, tutor, instruktur, asisten, dan pembimbing sesuai dengan bidang keahlian dan tenaga kependidikan;
    3. ramah terhadap mahasiswa, dosen, dan tenaga kependidikan yang berkebutuhan khusus; dan
    4. memadai untuk menyelenggarakan pendidikan dan manajemen pendidikan tinggi sesuai kebutuhan penyelenggaraan dan rencana pengembangan pendidikan.
  3. Penyediaan akses terhadap sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
    1. teknologi informasi dan komunikasi yang andal untuk mendukung penyelenggaraan pendidikan; dan
    2. sumber pembelajaran.
  4. Sarana dan prasarana yang mengakomodasi kebutuhan pendidikan mahasiswa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dapat diakses oleh mahasiswa baik dari dalam dan luar kampus.
  5. Perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan vokasi dapat melibatkan dunia usaha, dunia industri, dan dunia kerja dalam penyediaan fasilitas pembelajaran dan pelatihan.
  6. Perguruan tinggi menjamin kesinambungan ketersediaan akses terhadap sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
  7. Penjaminan dan penyediaan akses terhadap sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan memenuhi ketentuan:
    1. keamanan, keselamatan, dan kesehatan;
    2. kelengkapan pencegahan dan pemadam kebakaran serta penanggulangan kondisi darurat akibat bencana alam lainnya; dan
    3. pengelolaan sampah serta limbah bahan berbahaya dan beracun.

Pasal 49
  1. Dalam penyediaan teknologi informasi dan komunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (3) huruf a, perguruan tinggi menerapkan tata kelola teknologi informasi dan komunikasi yang efektif, transparan, andal, dan akuntabel untuk mengelola dan memanfaatkan data dan informasi.
  2. Pengelolaan dan pemanfaatan data dan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjamin privasi dan keamanan data sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 50
  1. Sumber pembelajaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (3) huruf b meliputi:
    1. sumber pembelajaran yang disiapkan perguruan tinggi; dan
    2. sumber pembelajaran lain.
  2. Sumber pembelajaran lain sebagaimana dimaksud pada (1) huruf b minimal meliputi sumber pembelajaran terbuka yang dapat diakses mahasiswa, dosen, tutor, instruktur, asisten, dan pembimbing sesuai dengan bidang keahlian, serta dapat digunakan secara bersama oleh beberapa perguruan tinggi.
  3. Sumber pembelajaran terbuka sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan sumber pembelajaran yang disebarkan sebagai domain publik dan/atau menggunakan lisensi yang mengizinkan penggunaan, pemodifikasian, dan penyebaran ulang oleh penggunanya.
  4. Perguruan tinggi menerapkan kebijakan yang mengutamakan penciptaan dan pemanfaatan sumber pembelajaran terbuka yang relevan dengan kurikulum.

Paragraf 9
Standar Pembiayaan

Pasal 51
  1. Standar pembiayaan merupakan kriteria minimal komponen pembiayaan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan.
  2. Pembiayaan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi biaya investasi dan biaya operasional.
  3. Perguruan tinggi memiliki sumber pendanaan yang memadai untuk membiayai penyelenggaraan pendidikan sesuai SN Dikti.
  4. Perguruan tinggi menyusun rencana strategis keuangan untuk memastikan ketersediaan pendanaan secara berkelanjutan.
  5. Perguruan tinggi menerapkan sistem pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip tata kelola perguruan tinggi yang baik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  6. Perguruan tinggi menerapkan kebijakan bantuan biaya pendidikan bagi mahasiswa yang memiliki keterbatasan kemampuan ekonomi sesuai kemampuan perguruan tinggi yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Bagian Ketiga
Standar Penelitian

Paragraf 1
Umum

Pasal 52
  1. Standar penelitian terdiri atas:
    1. standar luaran penelitian;
    2. standar proses penelitian; dan
    3. standar masukan penelitian.
  2. Standar penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diimplementasikan dalam strategi, arah kebijakan, program, dan pelaksanaan penelitian berdasarkan misi perguruan tinggi.

Paragraf 2
Standar Luaran Penelitian

Pasal 53
  1. Standar luaran penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) huruf a merupakan kriteria minimal mengenai mutu, relevansi, dan kemanfaatan hasil penelitian.
  2. Mutu, relevansi, dan kemanfaatan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mendukung pelaksanaan misi dan pencapaian visi serta target dampak perguruan tinggi.
  3. Perguruan tinggi memaksimalkan penggunaan atau mengadopsi lisensi terbuka dan/atau mekanisme lain yang dapat diakses oleh masyarakat dalam menyebarluaskan hasil penelitian perguruan tinggi, terutama yang dibiayai oleh Pemerintah.
  4. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikecualikan bagi penelitian yang bersifat rahasia, mengganggu, dan/atau membahayakan kepentingan umum.

Paragraf 3
Standar Proses Penelitian

Pasal 54
  1. Standar proses penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) huruf b merupakan kriteria minimal mengenai proses dan pengelolaan penelitian yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penilaian, pengawasan, dan pengendalian kegiatan penelitian.
  2. Standar proses penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh perguruan tinggi untuk mewujudkan misi perguruan tinggi sesuai dengan prinsip tata kelola perguruan tinggi yang baik.

Pasal 55
  1. Perguruan tinggi melaksanakan penelitian dalam rangka mendidik mahasiswa menjadi seorang intelektual, membangun budaya penelitian, serta mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
  2. Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memenuhi kaidah dan metode ilmiah sesuai dengan otonomi keilmuan dan budaya akademik.
  3. Dalam melaksanakan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perguruan tinggi menetapkan:
    1. kode etik penelitian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
    2. pengelolaan dan kepemilikan hak atas kekayaan intelektual sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
    3. ketentuan dalam kerja sama penelitian; dan
    4. persyaratan untuk publikasi hasil penelitian dan ketentuan penulisnya.

Pasal 56
  1. Penelitian dilakukan oleh:
    1. dosen;
    2. dosen bersama mahasiswa; dan/atau
    3. mahasiswa dengan bimbingan dosen.
  2. Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga dapat dilakukan oleh:
    1. peneliti;
    2. peneliti bersama dosen; dan/atau
    3. peneliti bersama dosen dan mahasiswa.
  3. Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (3).
  4. Mahasiswa yang terlibat penelitian dengan bimbingan dosen atau peneliti dapat menerima satuan kredit semester.
  5. Penelitian bersama yang dilakukan antara dosen, peneliti, dan mahasiswa dikelola oleh perguruan tinggi dengan menerapkan sistem yang minimal mengatur tentang penjabaran tugas, hak, dan kewajiban para pihak dalam kegiatan penelitian.

Paragraf 4
Standar Masukan Penelitian

Pasal 57
  1. Standar masukan penelitian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) huruf c merupakan kriteria minimal mengenai akses terhadap sarana, prasarana, pembiayaan, penugasan dosen, dan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi berdasarkan misi perguruan tinggi.
  2. Standar masukan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal mencakup:
    1. penyediaan akses memadai terhadap sarana, prasarana, dan pembiayaan penelitian;
    2. penugasan dan peningkatan kompetensi dosen dalam melaksanakan penelitian sesuai dengan bobot yang ditugaskan oleh perguruan tinggi; dan
    3. penerapan sistem berbasis teknologi informasi dan komunikasi yang andal untuk mendokumentasikan, mengevaluasi, melaporkan, dan menyebarluaskan proses dan hasil penelitian.

Bagian Keempat
Standar Pengabdian Kepada Masyarakat

Paragraf 1
Umum

Pasal 58
  1. Standar pengabdian kepada masyarakat terdiri atas:
    1. standar luaran pengabdian kepada masyarakat;
    2. standar proses pengabdian kepada masyarakat; dan
    3. standar masukan pengabdian kepada masyarakat.
  2. Standar pengabdian kepada masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diimplementasikan dalam strategi, arah kebijakan, program dan pelaksanaan pengabdian kepada masyarakat berdasarkan misi perguruan tinggi.

Paragraf 2
Standar Luaran Pengabdian Kepada Masyarakat

Pasal 59
  1. Standar luaran pengabdian kepada masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) huruf a merupakan kriteria minimal mengenai mutu, relevansi, dan kemanfaatan hasil pengabdian kepada masyarakat.
  2. Mutu, relevansi, dan kemanfaatan hasil pengabdian kepada masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mendukung pelaksanaan misi dan pencapaian visi serta target dampak perguruan tinggi.
  3. Perguruan tinggi memaksimalkan penggunaan atau mengadopsi lisensi terbuka dan/atau mekanisme lain yang dapat diakses oleh masyarakat dalam menyebarluaskan hasil pengabdian kepada masyarakat, terutama yang dibiayai oleh Pemerintah.

Paragraf 3
Standar Proses Pengabdian Kepada Masyarakat

Pasal 60
  1. Standar proses pengabdian kepada masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) huruf b merupakan kriteria minimal mengenai proses dan pengelolaan pengabdian kepada masyarakat yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penilaian, pengawasan, dan pengendalian kegiatan pengabdian kepada masyarakat.
  2. Standar proses pengabdian kepada masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh perguruan tinggi untuk mewujudkan misi perguruan tinggi sesuai dengan prinsip tata kelola perguruan tinggi yang baik.

Pasal 61
  1. Perguruan tinggi melaksanakan pengabdian kepada masyarakat dalam rangka penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi.
  2. Dalam melaksanakan pengabdian kepada masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Perguruan tinggi menetapkan:
    1. kode etik pengabdian kepada masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
    2. pengelolaan dan kepemilikan hak atas kekayaan intelektual sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
    3. ketentuan dalam kerja sama pengabdian kepada masyarakat; dan
    4. persyaratan untuk diseminasi hasil pengabdian kepada masyarakat dan ketentuan penulisnya.

Pasal 62
  1. Pengabdian kepada masyarakat dilakukan oleh:
    1. dosen;
    2. dosen bersama mahasiswa; dan/atau
    3. mahasiswa dengan bimbingan dosen.
  2. Pengabdian kepada masyarakat oleh mahasiswa dengan bimbingan dosen yang dilakukan untuk mendapatkan pengakuan satuan kredit semester dilaksanakan di bawah bimbingan dosen yang memenuhi persyaratan sebagai pembimbing pengabdian kepada masyarakat.
  3. Pengabdian kepada masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (2).

Paragraf 4
Standar Masukan Pengabdian Kepada Masyarakat

Pasal 63
  1. Standar masukan pengabdian kepada masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) huruf c merupakan kriteria minimal mengenai akses terhadap sarana, prasarana, pembiayaan, penugasan dosen, dan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi berdasarkan misi perguruan tinggi.
  2. Standar masukan pengabdian kepada masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal mencakup:
    1. penyediaan akses memadai terhadap sarana, prasarana, dan pembiayaan pengabdian kepada masyarakat;
    2. penugasan dan peningkatan kompetensi dosen dalam melaksanakan pengabdian kepada masyarakat sesuai dengan bobot yang ditugaskan oleh perguruan tinggi; dan
    3. penerapan sistem berbasis teknologi informasi dan komunikasi yang andal untuk mendokumentasikan, mengevaluasi, melaporkan, dan menyebarluaskan proses dan hasil pengabdian kepada masyarakat.


BAB III
STANDAR PENDIDIKAN TINGGI YANG DITETAPKAN OLEH PERGURUAN TINGGI

Pasal 64
  1. Standar pendidikan tinggi yang ditetapkan oleh perguruan tinggi merupakan penjabaran operasional SN Dikti sesuai tingkat mutu dan keluasan substansi yang ditetapkan perguruan tinggi.
  2. Standar pendidikan tinggi yang ditetapkan oleh perguruan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat pelampauan terhadap SN Dikti dalam hal tingkat mutu dan keluasan substansi.
  3. Standar pendidikan tinggi yang ditetapkan oleh perguruan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh pemimpin perguruan tinggi setelah mendapat pertimbangan:
    1. senat perguruan tinggi bagi perguruan tinggi negeri; atau
    2. senat perguruan tinggi dan persetujuan badan penyelenggara bagi perguruan tinggi swasta.


BAB IV
SISTEM PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN TINGGI

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 65
  1. Evaluasi pemenuhan dan relevansi SN Dikti dan standar pendidikan tinggi yang ditetapkan oleh perguruan tinggi dilakukan secara sistemik melalui SPM Dikti.
  2. SPM Dikti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup bidang:
    1. akademik; dan
    2. nonakademik.
  3. Bidang akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a berkaitan dengan Tridharma.
  4. Bidang nonakademik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi organisasi, keuangan, kemahasiswaan, ketenagaan, dan sarana prasarana.

Pasal 66
  1. SPM Dikti dilakukan berdasarkan PD Dikti dengan prinsip triangulasi.
  2. Prinsip triangulasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penggalian kebenaran informasi melalui penggunaan berbagai sumber data dan sudut pandang yang saling melengkapi.
  3. SPM Dikti terdiri atas SPMI dan SPME.

Bagian Kedua
Sistem Penjaminan Mutu Internal

Pasal 67
  1. Perguruan tinggi wajib melaksanakan penjaminan mutu internal dengan mengembangkan SPMI.
  2. Dalam mengembangkan SPMI, perguruan tinggi menerapkan tata kelola perguruan tinggi yang baik berdasarkan prinsip akuntabilitas, transparansi, nirlaba, efektivitas, efisiensi, dan peningkatan mutu berkelanjutan, yang saling menilik dan mengimbangi satu terhadap yang lain.

Pasal 68
  1. SPMI diimplementasikan melalui siklus kegiatan yang terdiri atas:
    1. penetapan standar pendidikan tinggi;
    2. pelaksanaan standar pendidikan tinggi;
    3. evaluasi pemenuhan standar pendidikan tinggi;
    4. pengendalian pelaksanaan standar pendidikan tinggi; dan
    5. peningkatan standar pendidikan tinggi.
  2. Evaluasi pemenuhan standar pendidikan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilaksanakan secara berkala melalui pemantauan, evaluasi diri, audit mutu internal, asesmen, dan/atau cara lain yang ditetapkan perguruan tinggi.
  3. Evaluasi pemenuhan standar pendidikan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilaksanakan oleh pejabat atau dosen yang ditugaskan oleh pimpinan perguruan tinggi.
  4. Siklus kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk menjamin pemenuhan standar pendidikan tinggi.

Pasal 69
  1. Kementerian melalui direktur jenderal terkait sesuai dengan kewenangannya melakukan fasilitasi, pemantauan, dan evaluasi implementasi SPMI pada perguruan tinggi.
  2. Kementerian melalui direktur jenderal terkait sesuai dengan kewenangannya menyusun pedoman implementasi SPMI bagi perguruan tinggi.
  3. Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi melakukan:
    1. fasilitasi pengembangan dan implementasi SPMI; dan
    2. verifikasi dan evaluasi implementasi SPMI,
    di perguruan tinggi.

Bagian Ketiga
Sistem Penjaminan Mutu Eksternal

Paragraf 1
Umum

Pasal 70
  1. SPME dilakukan melalui Akreditasi.
  2. Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk menentukan kelayakan program studi dan perguruan tinggi atas dasar kriteria yang mengacu pada SN Dikti.
  3. Akreditasi untuk menentukan kelayakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) termasuk penentuan tingkat mutu program studi dan perguruan tinggi.
  4. Program studi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib memiliki status terakreditasi pertama, terakreditasi, atau terakreditasi unggul untuk meluluskan mahasiswa dan menerbitkan ijazah.

Pasal 71

Akreditasi diselenggarakan dengan prinsip:
  1. independen yaitu penyelenggaraan Akreditasi dilakukan secara mandiri serta bebas dari pengaruh dan kepentingan pihak manapun;
  2. akurat yaitu penyelenggaraan Akreditasi berdasarkan data dan informasi yang jelas, benar, tepat, dan dapat dipertanggungjawabkan;
  3. objektif yaitu penyelenggaraan Akreditasi bebas dari pengaruh, pendapat, dan pandangan pribadi serta harus berdasarkan data dan informasi faktual;
  4. transparan yaitu penyelenggaraan Akreditasi dilakukan berdasarkan tata cara yang diketahui dan dapat diakses oleh seluruh pemangku kepentingan;
  5. akuntabel yaitu penyelenggaraan Akreditasi dapat dipertanggungjawabkan kepada seluruh pemangku kepentingan; dan
  6. efisien yaitu penyelenggaraan Akreditasi dilakukan dengan penghematan penggunaan sumber daya.

Pasal 72
  1. Akreditasi dilakukan oleh BAN-PT atau LAM sesuai dengan kewenangannya.
  2. LAM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk berdasarkan rumpun ilmu dan/atau cabang ilmu serta dapat berdasarkan kewilayahan.

Paragraf 2
Dasar dan Instrumen Akreditasi

Pasal 73
  1. Akreditasi oleh BAN-PT dilakukan terhadap perguruan tinggi.
  2. Akreditasi oleh BAN-PT dilakukan untuk menentukan kelayakan perguruan tinggi atas dasar pemenuhan atau pelampauan SN Dikti.
  3. Luaran Akreditasi oleh BAN-PT dinyatakan dengan status Akreditasi.
  4. Status Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas:
    1. terakreditasi;
    2. terakreditasi unggul; atau
    3. tidak terakreditasi.
  5. Status terakreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a menunjukkan perguruan tinggi memenuhi SN Dikti.
  6. Status terakreditasi unggul sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b menunjukkan perguruan tinggi telah melampaui SN Dikti.
  7. Status tidak terakreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c menunjukkan perguruan tinggi tidak memenuhi atau berada di bawah SN Dikti.
  8. Kriteria melampaui SN Dikti sebagaimana dimaksud pada ayat (6) ditetapkan oleh BAN-PT.

Pasal 74
  1. Akreditasi oleh LAM dilakukan terhadap program studi.
  2. Akreditasi oleh LAM dilakukan untuk menentukan kelayakan program studi atas dasar pemenuhan atau pelampauan SN Dikti.
  3. Luaran Akreditasi oleh LAM dinyatakan dengan status Akreditasi.
  4. Status Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas:
    1. terakreditasi;
    2. terakreditasi unggul; atau
    3. tidak terakreditasi.
  5. Status terakreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a menunjukkan program studi memenuhi SN Dikti.
  6. Status terakreditasi unggul sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b menunjukkan program studi melampaui SN Dikti.
  7. Status tidak terakreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c menunjukkan program studi tidak memenuhi atau berada di bawah SN Dikti.
  8. Kriteria melampaui SN Dikti sebagaimana dimaksud pada ayat (6) ditetapkan oleh BAN-PT.

Pasal 75
  1. Akreditasi dilakukan dengan menggunakan instrumen Akreditasi.
  2. Instrumen Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan kriteria pada standar luaran, standar proses, dan standar masukan dengan mengutamakan kriteria pada standar luaran.
  3. Instrumen Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikonsultasikan dengan pemangku kepentingan yang relevan.
  4. Instrumen Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun oleh BAN-PT atau LAM sesuai dengan kewenangannya.

Paragraf 3
Proses Akreditasi

Pasal 76
  1. Program studi baru atau perguruan tinggi baru mendapatkan status terakreditasi pertama pada saat memperoleh izin penyelenggaraan atau izin pendirian dari Menteri.
  2. Status terakreditasi pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah program studi baru atau perguruan tinggi baru memenuhi syarat minimum Akreditasi.
  3. Syarat minimum Akreditasi untuk program studi baru sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas kriteria minimum mengenai:
    1. kurikulum;
    2. rencana pembelajaran;
    3. dosen dan tenaga kependidikan; dan
    4. sarana dan prasarana.
  4. Syarat minimum Akreditasi untuk perguruan tinggi baru sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas kriteria minimum mengenai:
    1. rancangan tata kelola;
    2. sarana dan prasarana;
    3. sumber daya manusia; dan
    4. pembiayaan.
  5. BAN-PT atau LAM sesuai kewenangannya menetapkan masa berlaku status terakreditasi pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 77
  1. Perguruan tinggi dan program studi dengan status terakreditasi pertama wajib mengajukan permohonan Akreditasi kepada BAN-PT atau LAM sesuai dengan kewenangannya untuk memperoleh status terakreditasi atau terakreditasi unggul paling lambat 2 (dua) tahun setelah beroperasi.
  2. Dalam hal BAN-PT atau LAM menilai perguruan tinggi atau program studi yang mengajukan permohonan Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memenuhi SN Dikti, BAN-PT atau LAM sesuai dengan kewenangannya menetapkan status terakreditasi.
  3. Status terakreditasi dari BAN-PT atau LAM sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan untuk masa berlaku selama:
    1. 5 (lima) tahun untuk program studi; atau
    2. 8 (delapan) tahun untuk perguruan tinggi.
  4. Dalam hal BAN-PT atau LAM menilai perguruan tinggi atau program studi yang mengajukan permohonan Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melampaui SN Dikti, BAN-PT atau LAM sesuai dengan kewenangannya menetapkan status terakreditasi unggul.
  5. Status terakreditasi unggul dari BAN-PT atau LAM sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diberikan untuk masa berlaku yang ditetapkan oleh BAN-PT atau LAM sesuai dengan kewenangannya.
  6. Dalam hal BAN-PT atau LAM menilai perguruan tinggi atau program studi yang mengajukan permohonan Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak memenuhi SN Dikti, BAN-PT atau LAM sesuai dengan kewenangannya menetapkan status tidak terakreditasi.
  7. Berdasarkan penetapan status tidak terakreditasi oleh BAN-PT atau LAM sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Menteri mencabut izin pendirian perguruan tinggi dan/atau izin program studi.

Pasal 78
  1. Status terakreditasi dari BAN-PT atau LAM diperpanjang melalui mekanisme perpanjangan status terakreditasi yang ditetapkan oleh BAN-PT.
  2. Mekanisme perpanjangan status terakreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dengan memperhatikan efektivitas, efisiensi, dan meminimumkan beban administratif perguruan tinggi dengan memanfaatkan data dan informasi dari PD Dikti.

Pasal 79
  1. Perguruan tinggi dan program studi dengan status terakreditasi dapat mengajukan peningkatan Akreditasi kepada BAN-PT atau LAM sesuai dengan kewenangannya untuk mendapatkan status terakreditasi unggul.
  2. Perpanjangan status terakreditasi unggul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan mekanisme yang ditetapkan oleh BAN-PT atau LAM sesuai dengan kewenangannya.
  3. Biaya peningkatan Akreditasi untuk mendapatkan status terakreditasi unggul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan perpanjangan status terakreditasi unggul sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditanggung oleh perguruan tinggi.

Pasal 80
  1. Perguruan tinggi dapat mengajukan keberatan terhadap penetapan status Akreditasi program studi dan/atau perguruan tinggi kepada BAN-PT atau LAM sesuai dengan kewenangannya.
  2. Tata cara pengajuan dan penyelesaian keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh BAN-PT atau LAM sesuai dengan kewenangannya.

Pasal 81
  1. LAM dapat melakukan Akreditasi beberapa program studi pada rumpun ilmu dan/atau cabang ilmu yang sama di suatu perguruan tinggi secara bersamaan.
  2. BAN-PT dapat melakukan Akreditasi perguruan tinggi dan/atau program studi secara bersamaan.
  3. Program studi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan program studi yang rumpun ilmu dan/atau cabang ilmunya belum termasuk pada LAM yang sudah terbentuk.
  4. Luaran status Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diberikan untuk masing-masing program studi dan perguruan tinggi.

Paragraf 4
Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi

Pasal 82
  1. Program studi yang telah memperoleh status terakreditasi atau terakreditasi unggul dapat mengajukan akreditasi kepada lembaga akreditasi internasional.
  2. Program studi yang memperoleh akreditasi dari lembaga akreditasi internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melaporkan perolehan akreditasi dari lembaga akreditasi internasional kepada BAN-PT.
  3. Lembaga akreditasi internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan:
    1. lembaga yang diakui dalam persetujuan internasional; dan/atau
    2. lembaga yang melakukan akreditasi lintas negara menggunakan standar yang berlaku secara internasional.
  4. Lembaga akreditasi internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diakui oleh Menteri setelah memenuhi persyaratan dan kriteria yang ditetapkan oleh Menteri.
  5. Dalam hal menteri mencabut pengakuan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (4), status terakreditasi dari lembaga akreditasi internasional tetap berlaku hingga masa berlakunya berakhir.

Bagian Keempat
Pemantauan Akreditasi

Pasal 83
  1. BAN-PT atau LAM sesuai dengan kewenangannya melakukan pemantauan mutu pada perguruan tinggi atau program studi yang telah terakreditasi dengan memperhatikan:
    1. data dan informasi pada PD Dikti;
    2. pengaduan masyarakat;
    3. permintaan dari Kementerian; dan/atau
    4. informasi lain yang dapat dipertanggungjawabkan.
  2. Pemantauan mutu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sewaktu-waktu.
  3. Ketentuan lebih lanjut mengenai pemantauan mutu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh BAN-PT.


BAB V
LEMBAGA AKREDITASI

Bagian Kesatu
Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi

Pasal 84
  1. BAN-PT dibentuk oleh Menteri.
  2. BAN-PT merupakan badan nonstruktural di lingkungan Kementerian dan bertanggung jawab kepada Menteri.
  3. BAN-PT memiliki kemandirian dalam melakukan Akreditasi perguruan tinggi.
  4. BAN-PT dibantu oleh sekretariat yang ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 85
  1. Tugas dan wewenang BAN-PT:
    1. mengembangkan dan menetapkan Sistem Akreditasi Nasional selaras dengan kebijakan di sektor pendidikan tinggi;
    2. menyusun dan menetapkan instrumen Akreditasi perguruan tinggi berdasarkan SN Dikti;
    3. mengembangkan sistem informasi Akreditasi yang terintegrasi dengan PD Dikti;
    4. mengelola data Akreditasi perguruan tinggi dan program studi;
    5. melakukan Akreditasi perguruan tinggi;
    6. menetapkan status Akreditasi perguruan tinggi;
    7. memberikan umpan balik kepada perguruan tinggi berdasarkan hasil Akreditasi;
    8. menindaklanjuti keberatan yang diajukan oleh perguruan tinggi terhadap penetapan status Akreditasi perguruan tinggi;
    9. memantau pencapaian SN Dikti melalui pelaksanaan Akreditasi;
    10. berperan aktif melakukan pemantauan mutu pada perguruan tinggi yang telah terakreditasi;
    11. membantu Menteri dalam menyusun kebijakan sistem penjaminan mutu eksternal;
    12. membantu Menteri menyusun instrumen evaluasi pendirian perguruan tinggi;
    13. menetapkan kelompok program studi yang tercakup dalam LAM;
    14. mendorong dan/atau membina pembentukan LAM berdasarkan kebutuhan Akreditasi program studi;
    15. melakukan penilaian kelayakan LAM sebagai dasar pemberian izin melaksanakan Akreditasi dari Menteri;
    16. melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap LAM dalam hal pengembangan instrumen dan pelaksanaan Akreditasi;
    17. mengevaluasi kinerja LAM secara berkala;
    18. membangun serta mengembangkan jejaring dengan pemangku kepentingan di tingkat nasional dan internasional;
    19. dapat mewakili pemerintah dalam forum internasional mengenai Akreditasi;
    20. memberikan rekomendasi kebijakan sistem Akreditasi nasional dan pengembangan SN Dikti; dan
    21. menyampaikan laporan kepada Menteri secara berkala dan sewaktu-waktu apabila diperlukan mengenai:
      1. hasil Akreditasi; dan
      2. hasil kinerja LAM.
  2. Dalam menjalankan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BAN-PT dapat mengangkat tim asesor, tim ahli, dan panitia ad hoc.

Pasal 86

BAN-PT memiliki susunan organ sebagai berikut:
  1. Majelis Akreditasi; dan
  2. Dewan Eksekutif.

Pasal 87
  1. Majelis Akreditasi memiliki susunan organisasi sebagai berikut:
    1. 1 (satu) orang ketua merangkap anggota;
    2. 1 (satu) orang sekretaris merangkap anggota;
    3. anggota; dan
    4. direktur Dewan Eksekutif secara ex officio sebagai anggota.
  2. Keanggotaan Majelis Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c berjumlah gasal, paling banyak 7 (tujuh) orang, termasuk 1 (satu) orang anggota dari profesional yang ditunjuk oleh Menteri.
  3. Anggota Majelis Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c bekerja paruh waktu.
  4. Direktur Dewan Eksekutif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d tidak memiliki hak suara dalam pengambilan keputusan yang terkait dengan evaluasi kinerja Dewan Eksekutif.
  5. Keanggotaan atau proses pengambilan keputusan Majelis Akreditasi bersifat kolektif dan kolegial.

Pasal 88

Tugas dan wewenang Majelis Akreditasi:
  1. menetapkan kebijakan dan pengembangan sistem Akreditasi program studi dan perguruan tinggi secara nasional;
  2. menetapkan kebijakan pelaksanaan Akreditasi perguruan tinggi dengan mempertimbangkan usul Dewan Eksekutif;
  3. mengesahkan rencana strategis, rencana kerja, dan anggaran tahunan BAN-PT yang diusulkan oleh Dewan Eksekutif dan menyampaikan kepada Menteri;
  4. menetapkan instrumen Akreditasi perguruan tinggi;
  5. melakukan penilaian kelayakan LAM sebagai dasar pemberian izin melaksanakan Akreditasi dari Menteri dan menyampaikan kepada Menteri;
  6. memantau, mengevaluasi, dan mengawasi kinerja LAM;
  7. memutuskan hasil evaluasi permohonan keberatan atas peringkat Akreditasi perguruan tinggi;
  8. memberikan rekomendasi kepada Menteri tentang pencabutan persetujuan LAM berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam huruf f;
  9. memantau, mengevaluasi, dan mengawasi kinerja Dewan Eksekutif;
  10. melakukan evaluasi dan memberi persetujuan terhadap laporan Dewan Eksekutif; dan
  11. melaporkan pelaksanaan tugas kepada Menteri setiap tahun.

Pasal 89

Persyaratan anggota Majelis Akreditasi:
  1. warga negara Indonesia;
  2. sehat jasmani dan rohani;
  3. bebas dari narkotika dan zat adiktif lainnya;
  4. berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun pada saat mendaftar;
  5. memiliki integritas yang tinggi;
  6. tidak pernah dihukum/sedang menjalani hukuman karena melakukan tindak pidana kejahatan;
  7. berpendidikan minimal lulusan program magister kecuali untuk anggota dari profesional yang ditunjuk oleh Menteri berpendidikan minimal sarjana;
  8. memahami pengelolaan perguruan tinggi;
  9. tidak memiliki afiliasi dan/atau menjadi anggota partai politik;
  10. memiliki pemahaman di bidang penjaminan mutu pendidikan; dan
  11. memiliki komitmen pada peningkatan mutu dan relevansi pendidikan tinggi.

Pasal 90
  1. Anggota Majelis Akreditasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 diseleksi oleh tim seleksi yang ditetapkan oleh Menteri.
  2. Tim seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas:
    1. menyelenggarakan pendaftaran calon anggota Majelis Akreditasi secara terbuka;
    2. melakukan seleksi calon anggota Majelis Akreditasi; dan
    3. mengusulkan calon anggota Majelis Akreditasi paling banyak 2 (dua) kali jumlah anggota Majelis Akreditasi yang dibutuhkan kepada Menteri.

Pasal 91
  1. Menteri memilih dan menetapkan anggota Majelis Akreditasi berdasarkan usul tim seleksi.
  2. Menteri memilih dan menetapkan ketua dan sekretaris dari anggota Majelis Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
  3. Masa tugas ketua, sekretaris, dan anggota Majelis Akreditasi selama 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa tugas berikutnya.

Pasal 92
  1. Ketua Majelis Akreditasi memiliki tugas dan wewenang:
    1. memimpin dan mengoordinasikan pelaksanaan tugas Majelis Akreditasi;
    2. melakukan koordinasi dengan unit kerja terkait di lingkungan Kementerian dan pemangku kepentingan lain;
    3. melakukan evaluasi kinerja anggota Majelis Akreditasi untuk dilaporkan kepada Menteri; dan
    4. bertindak mewakili untuk dan atas nama Majelis Akreditasi.
  2. Sekretaris Majelis Akreditasi memiliki tugas dan wewenang:
    1. memimpin pengelolaan operasional harian Majelis Akreditasi; dan
    2. membantu pelaksanaan tugas dan wewenang ketua Majelis Akreditasi.
  3. Ketentuan mengenai tugas dan wewenang anggota Majelis Akreditasi ditetapkan oleh ketua Majelis Akreditasi.

Pasal 93
  1. Anggota Majelis Akreditasi diberhentikan karena:
    1. masa jabatan telah berakhir;
    2. permohonan sendiri;
    3. ditetapkan sebagai tersangka karena diduga melakukan tindak pidana kejahatan;
    4. tidak menunjukkan kinerja, integritas, atau dedikasi sebagai anggota Majelis Akreditasi;
    5. sakit yang tidak dapat disembuhkan yang menyebabkan tidak dapat menjalankan tugas dan kewajiban yang dibuktikan dengan surat keterangan dari instansi yang berwenang; atau
    6. meninggal dunia.
  2. Kinerja, integritas, atau dedikasi Majelis Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dievaluasi oleh Menteri secara berkala.
  3. Pemberhentian ketua, sekretaris, dan/atau anggota Majelis Akreditasi ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 94
  1. Apabila terjadi pemberhentian ketua dan/atau sekretaris Majelis Akreditasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (1) huruf b sampai dengan huruf f, Menteri mengangkat pengganti sampai dengan berakhirnya masa tugas Majelis Akreditasi yang sedang berjalan.
  2. Apabila terjadi pemberhentian anggota Majelis Akreditasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (1) huruf b sampai dengan huruf f, Menteri mengangkat anggota pengganti antarwaktu berdasarkan usulan calon anggota Majelis Akreditasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (2) huruf c sampai dengan berakhirnya masa tugas Majelis Akreditasi yang sedang berjalan.

Pasal 95
  1. Dewan Eksekutif memiliki susunan organisasi sebagai berikut:
    1. 1 (satu) orang direktur merangkap anggota;
    2. 1 (satu) orang sekretaris merangkap anggota; dan
    3. anggota.
  2. Keanggotaan Dewan Eksekutif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berjumlah gasal, paling banyak 5 (lima) orang.
  3. Anggota Dewan Eksekutif bekerja penuh waktu dan keanggotaan dalam Dewan Eksekutif merupakan tugas tambahan.

Pasal 96

Tugas dan wewenang Dewan Eksekutif:
  1. melaksanakan kebijakan sistem Akreditasi perguruan tinggi secara nasional yang telah ditetapkan oleh Majelis Akreditasi;
  2. menyusun rencana strategis, rencana kerja, dan anggaran tahunan BAN-PT untuk diusulkan kepada Majelis Akreditasi;
  3. melaksanakan rencana strategis, rencana kerja, dan anggaran tahunan BAN-PT yang telah ditetapkan Menteri;
  4. menyiapkan kebijakan pelaksanaan Akreditasi perguruan tinggi untuk diusulkan kepada Majelis Akreditasi;
  5. menjalankan kebijakan pelaksanaan Akreditasi perguruan tinggi, termasuk penilaian kembali hasil Akreditasi perguruan tinggi;
  6. melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pemenuhan syarat peringkat Akreditasi perguruan tinggi yang telah ditetapkan;
  7. menyusun dan menyampaikan laporan secara berkala kepada Majelis Akreditasi;
  8. membangun, mengembangkan, dan melaksanakan kegiatan aliansi strategis BAN-PT dengan pihak luar;
  9. menyelenggarakan kegiatan Akreditasi sesuai dengan sistem penjaminan mutu pendidikan tinggi;
  10. melakukan pengembangan sistem informasi, penelitian, dan pengembangan sistem Akreditasi;
  11. mengelola asesor BAN-PT yang meliputi rekrutmen, pemberhentian, pelatihan, dan pengembangan asesor;
  12. mengangkat tim ahli dan panitia ad hoc sesuai kebutuhan; dan
  13. menjalankan tugas teknis dan administratif.

Pasal 97

Persyaratan anggota Dewan Eksekutif:
  1. warga negara Indonesia;
  2. sehat jasmani dan rohani;
  3. bebas dari narkotika dan zat adiktif lainnya;
  4. belum memasuki usia 60 (enam puluh) tahun pada saat mendaftar;
  5. memiliki integritas yang tinggi;
  6. tidak pernah dihukum/sedang menjalani hukuman karena melakukan tindak pidana kejahatan;
  7. berpendidikan minimal lulusan program magister;
  8. memahami pengelolaan perguruan tinggi;
  9. memiliki pemahaman di bidang penjaminan mutu pendidikan tinggi.
  10. memiliki komitmen pada peningkatan mutu dan relevansi pendidikan tinggi; dan
  11. tidak memiliki afiliasi dan/atau menjadi anggota partai politik.

Pasal 98
  1. Anggota Dewan Eksekutif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 diseleksi oleh tim seleksi yang ditetapkan oleh Menteri.
  2. Tim seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas:
    1. menyelenggarakan pendaftaran calon anggota Dewan Eksekutif secara terbuka;
    2. melakukan seleksi calon anggota Dewan Eksekutif; dan
    3. mengusulkan calon anggota Dewan Eksekutif paling banyak 2 (dua) kali jumlah anggota Dewan Eksekutif yang dibutuhkan kepada Menteri.

Pasal 99
  1. Menteri memilih dan menetapkan anggota Dewan Eksekutif berdasarkan usul tim seleksi.
  2. Menteri memilih dan menetapkan direktur dan sekretaris dari anggota Dewan Eksekutif sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
  3. Masa tugas direktur, sekretaris, dan anggota Dewan Eksekutif selama 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa tugas berikutnya.

Pasal 100
  1. Direktur Dewan Eksekutif memiliki tugas dan wewenang:
    1. memimpin dan mengoordinasikan pelaksanaan tugas Dewan Eksekutif;
    2. melakukan koordinasi dengan Majelis Akreditasi dan pemangku kepentingan lain dalam pelaksanaan Akreditasi perguruan tinggi;
    3. melakukan evaluasi kinerja anggota Dewan Eksekutif untuk dilaporkan kepada Majelis Akreditasi;
    4. bertindak mewakili untuk dan atas nama Dewan Eksekutif; dan
    5. menetapkan penugasan staf sekretariat.
  2. Sekretaris Dewan Eksekutif memiliki tugas dan wewenang:
    1. memimpin pengelolaan operasional harian Dewan Eksekutif;
    2. melaksanakan tugas teknis dan administratif Dewan Eksekutif;
    3. membantu pelaksanaan tugas dan wewenang ketua Dewan Eksekutif; dan
  3. memantau dan mengevaluasi kinerja staf sekretariat. Ketentuan mengenai tugas dan wewenang anggota Dewan Eksekutif ditetapkan oleh direktur Dewan Eksekutif.

Pasal 101
  1. Anggota Dewan Eksekutif diberhentikan karena:
    1. masa jabatan telah berakhir;
    2. permohonan sendiri;
    3. ditetapkan sebagai tersangka karena diduga melakukan tindak pidana kejahatan;
    4. tidak menunjukkan kinerja, integritas, atau dedikasi sebagai anggota Dewan Eksekutif;
    5. sakit yang tidak dapat disembuhkan yang menyebabkan tidak dapat menjalankan tugas dan kewajiban yang dibuktikan dengan surat keterangan dari instansi yang berwenang; atau
    6. meninggal dunia.
  2. Kinerja, integritas, atau dedikasi Dewan Eksekutif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dievaluasi oleh Majelis Akreditasi secara berkala.
  3. Pemberhentian direktur, sekretaris, dan/atau anggota Dewan Eksekutif ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 102
  1. Apabila terjadi pemberhentian direktur dan/atau sekretaris Dewan Eksekutif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 ayat (1) huruf b sampai dengan huruf f, Menteri mengangkat pengganti sampai dengan berakhirnya masa tugas Dewan Eksekutif yang sedang berjalan.
  2. Apabila terjadi pemberhentian anggota Dewan Eksekutif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 ayat (1) huruf b sampai dengan huruf f, Menteri mengangkat anggota pengganti antarwaktu berdasarkan usulan calon anggota Dewan Eksekutif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (2) huruf c sampai dengan berakhirnya masa tugas Majelis Akreditasi yang sedang berjalan.

Bagian Kedua
Lembaga Akreditasi Mandiri

Pasal 103
  1. LAM dibentuk oleh pemrakarsa yang terdiri atas unsur:
    1. organisasi profesi yang berbadan hukum; dan
    2. asosiasi unit pengelola program studi yang berbadan hukum.
  2. LAM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbentuk badan hukum.
  3. Badan hukum LAM sebagaimana dimaksud pada ayat (2):
    1. berbeda dengan badan hukum asosiasi unit pengelola program studi; dan
    2. bersifat nirlaba.
  4. Pembentukan LAM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melibatkan perwakilan dari dunia usaha, dunia industri, atau dunia kerja.
  5. LAM mengajukan permohonan izin untuk melaksanakan Akreditasi kepada Menteri melalui BAN-PT.
  6. Menteri atas rekomendasi BAN-PT memberikan izin kepada LAM untuk melaksanakan Akreditasi.

Pasal 104

Tugas dan wewenang LAM:
  1. menyusun dan menetapkan instrumen Akreditasi program studi yang sejalan dengan sistem Akreditasi nasional dan kebijakan di sektor pendidikan tinggi;
  2. mengembangkan sistem informasi Akreditasi dengan mengacu pada dan terintegrasi dengan sistem informasi Akreditasi BAN-PT dan PD Dikti;
  3. melakukan Akreditasi program studi;
  4. menetapkan status Akreditasi program studi;
  5. menindaklanjuti keberatan yang diajukan oleh perguruan tinggi terhadap penetapan status Akreditasi program studi;
  6. berperan aktif melakukan pemantauan mutu pada program studi yang telah terakreditasi;
  7. membangun serta mengembangkan jejaring dengan pemangku kepentingan di tingkat nasional dan internasional;
  8. membantu Menteri menyusun instrumen evaluasi pembukaan program studi; dan
  9. menyampaikan laporan hasil Akreditasi secara berkala dan sewaktu-waktu apabila diperlukan kepada BAN-PT dengan tembusan kepada Menteri.

Pasal 105
  1. Pendirian LAM harus melampirkan dokumen:
    1. studi kelayakan;
    2. rencana sumber daya manusia yang diperlukan untuk melakukan Akreditasi program studi;
    3. rancangan prosedur operasi standar Akreditasi program studi;
    4. sumber pendanaan minimal untuk 3 (tiga) tahun anggaran LAM;
    5. rancangan satuan biaya pelaksanaan Akreditasi program studi sesuai bidangnya;
    6. sarana dan prasarana LAM;
    7. rancangan sistem penjaminan mutu internal LAM; dan
    8. rancangan mekanisme penanganan keberatan yang diajukan oleh perguruan tinggi terhadap status Akreditasi program studi.
  2. Studi kelayakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a minimal memuat:
    1. uraian identitas dan profil pemrakarsa;
    2. latar belakang dan tujuan pendirian LAM;
    3. visi dan misi LAM;
    4. nama LAM yang akan digunakan;
    5. rencana ruang lingkup rumpun, pohon, dan/atau cabang ilmu pengetahuan yang dibina program studi yang akan diakreditasi LAM;
    6. bukti sumber pendanaan LAM minimal untuk 3 (tiga) tahun anggaran LAM;
    7. rancangan alur proses Akreditasi LAM;
    8. rancangan tata kelola LAM; dan
    9. rancangan sistem penjaminan mutu layanan LAM.
  3. Rancangan tata kelola LAM sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf h minimal meliputi:
    1. susunan organisasi;
    2. sumber daya manusia serta pengembangannya;
    3. sistem pengelolaan keuangan; dan
    4. sarana dan prasarana.

Pasal 106
  1. Prosedur pendirian LAM:
    1. pemrakarsa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 ayat (1) mengusulkan pendirian LAM kepada Menteri dilengkapi dengan dokumen studi kelayakan;
    2. Menteri menugaskan BAN-PT untuk melakukan penilaian terhadap dokumen studi kelayakan sebagaimana dimaksud dalam huruf a;
    3. BAN-PT menyampaikan hasil penilaian dokumen studi kelayakan LAM kepada Menteri untuk memperoleh persetujuan pendirian LAM;
    4. dalam hal Menteri memberikan persetujuan pendirian LAM, pemrakarsa membentuk badan hukum yang bersifat nirlaba sesuai dengan ketentuan perundang-undangan;
    5. dalam hal Menteri tidak memberikan persetujuan pendirian LAM, pemrakarsa dapat mengajukan kembali usulan pendirian LAM; dan
    6. setelah LAM memperoleh status badan hukum, Menteri menetapkan pengakuan LAM.
  2. LAM dapat menjalankan fungsinya setelah mendapatkan penetapan pengakuan LAM dari Menteri dan memiliki badan hukum.

Pasal 107
  1. LAM yang telah mengadopsi standar yang berlaku secara internasional dapat mengajukan diri untuk diakui sebagai lembaga akreditasi internasional oleh Menteri.
  2. LAM yang diakui sebagai lembaga akreditasi internasional oleh Menteri dapat memberikan status terakreditasi secara internasional kepada program studi yang memenuhi standar yang berlaku secara internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
  3. Program studi dengan status terakreditasi pertama, terakreditasi, atau terakreditasi unggul dapat mengajukan permohonan Akreditasi kepada LAM untuk mendapatkan status terakreditasi secara internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
  4. Status terakreditasi secara internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan untuk masa berlaku yang ditetapkan oleh LAM.
  5. Perpanjangan status terakreditasi secara internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan dengan mekanisme yang ditetapkan oleh LAM.

Pasal 108
  1. Susunan organisasi, kepengurusan, dan tata kelola LAM diatur dalam anggaran dasar.
  2. Pengurus pada LAM dilarang memiliki afiliasi dan/atau menjadi anggota partai politik.
  3. Pendanaan LAM bersumber dari masyarakat dan/atau sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  4. Kementerian menanggung biaya Akreditasi yang dilakukan oleh LAM untuk:
    1. Akreditasi pertama bagi program studi baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76; dan
    2. Akreditasi bagi program studi yang berstatus terakreditasi pertama untuk memperoleh status terakreditasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77, sesuai standar biaya Akreditasi yang ditetapkan oleh Pemerintah.
  5. LAM menetapkan biaya Akreditasi bagi program studi yang:
    1. mengajukan status terakreditasi unggul sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 dan Pasal 79; dan
    2. mengajukan status terakreditasi secara internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107.
  6. Biaya Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditanggung oleh perguruan tinggi yang mengajukan Akreditasi program studi.
  7. Penetapan biaya Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus memperoleh persetujuan Menteri.

Pasal 109

LAM diaudit oleh akuntan publik 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun dan diumumkan kepada masyarakat.


Bagian Ketiga
Pengawasan terhadap Lembaga Akreditasi

Pasal 110
  1. Menteri melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan fungsi BAN-PT dan LAM.
  2. BAN-PT melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Akreditasi oleh LAM.
  3. Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam bentuk evaluasi terhadap proses Akreditasi yang dilaksanakan oleh LAM setiap tahun.
  4. Apabila berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), LAM tidak melaksanakan proses Akreditasi sesuai dengan ketentuan, pelaksanaan Akreditasi oleh LAM dilakukan di bawah pembinaan dan pengawasan BAN-PT selama 1 (satu) tahun.
  5. Jika setelah masa pembinaan oleh BAN-PT sebagaimana dimaksud pada ayat (4), LAM tidak melakukan proses Akreditasi sesuai ketentuan, BAN-PT merekomendasikan kepada Menteri untuk mencabut izin pelaksanaan Akreditasi oleh LAM dengan tembusan kepada LAM.
  6. Dalam hal BAN-PT merekomendasikan kepada Menteri untuk mencabut izin pelaksanaan Akreditasi oleh LAM sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Menteri menugaskan Inspektorat Jenderal Kementerian untuk melakukan audit terhadap biaya asesmen yang belum diselesaikan atau dilaksanakan oleh LAM.
  7. Setelah audit sebagaimana dimaksud pada ayat (6), Menteri memberikan waktu 3 (tiga) bulan kepada LAM sebelum mencabut izin melaksanakan Akreditasi.
  8. Dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (7), LAM melakukan hal-hal sebagai berikut:
    1. menyerahkan seluruh pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya kepada BAN-PT;
    2. tidak menerima pengajuan Akreditasi baru;
    3. mengembalikan sisa biaya asesmen untuk status terakreditasi ke kas negara; dan
    4. mengembalikan sisa biaya asesmen untuk status terakreditasi unggul kepada perguruan tinggi.
  9. Setelah jangka jangka waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (7):
    1. Menteri mencabut izin pelaksanaan Akreditasi oleh LAM; dan
    2. BAN-PT mengambil alih tugas dan tanggung jawab LAM sampai dengan LAM dalam rumpun, pohon, dan/atau cabang ilmu pengetahuan yang sama terbentuk.


BAB VI
PANGKALAN DATA PENDIDIKAN TINGGI

Pasal 111
  1. PD Dikti merupakan sumber data dan informasi utama bagi implementasi SPM Dikti.
  2. PD Dikti direncanakan, dilaksanakan, dievaluasi, dikendalikan, dikembangkan, dan dikelola oleh Kementerian.
  3. Cakupan data dan informasi pada PD Dikti dikembangkan secara berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan penjaminan mutu pendidikan tinggi.
  4. Perguruan tinggi bertanggung jawab terhadap kebenaran dan ketepatan data dan informasi PD Dikti.

Pasal 112
  1. Perguruan tinggi dan Kementerian mengumumkan status Akreditasi perguruan tinggi dan program studi kepada masyarakat.
  2. BAN-PT melaporkan status Akreditasi dari lembaga akreditasi internasional kepada Kementerian melalui PD Dikti.
  3. Kementerian mengelola data dan pendayagunaan teknologi informasi terkait Akreditasi pada PD Dikti.
  4. Pengelolaan data dan pendayagunaan teknologi informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat melibatkan BAN-PT dan/atau LAM untuk mempercepat integrasi data dan penyelarasan strategi teknologi informasi yang digunakan.


BAB VII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 113
  1. LAM yang telah terbentuk sebelum Peraturan Menteri ini mulai berlaku tetap melaksanakan tugasnya sesuai dengan Peraturan Menteri ini.
  2. LAM yang telah terbentuk sebelum Peraturan Menteri ini mulai berlaku dan belum berbadan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 ayat (2) wajib menyesuaikan dengan Peraturan Menteri ini paling lambat 6 (enam) bulan sejak Peraturan Menteri ini diundangkan.

Pasal 114
  1. Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
    1. program studi dan perguruan tinggi yang terakreditasi dengan peringkat Akreditasi A, Unggul, B, Baik Sekali, C, dan Baik dari BAN-PT dan LAM saat Peraturan Menteri ini diundangkan, peringkatnya tetap berlaku hingga masa berlaku status Akreditasi selesai;
    2. instrumen dan tata cara Akreditasi yang disusun dan ditetapkan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini tetap digunakan BAN-PT dan LAM sampai dengan ditetapkannya instrumen dan tata cara Akreditasi sesuai dengan Peraturan Menteri ini; dan
    3. perguruan tinggi dan/atau program studi yang tidak terakreditasi dan/atau belum mengajukan permohonan Akreditasi wajib mengajukan permohonan Akreditasi sesuai dengan peraturan Menteri ini paling lambat 1 (satu) tahun sejak Peraturan Menteri ini diundangkan.
  2. Perguruan tinggi yang tidak mengajukan permohonan Akreditasi kepada BAN-PT atau LAM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dicabut izin penyelenggaraan perguruan tinggi atau program studinya oleh Menteri.
  3. Permohonan Akreditasi yang diajukan sebelum Peraturan Menteri ini berlaku diproses berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 638).


BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 115
  1. Sebelum terbentuknya LAM, tugas dan wewenang LAM sesuai dengan Peraturan Menteri ini menjadi tugas dan wewenang BAN-PT.
  2. BAN-PT dan LAM wajib menyusun dan menetapkan instrumen dan tata cara Akreditasi sesuai dengan Peraturan Menteri ini paling lama 3 (tiga) bulan sejak Peraturan Menteri ini diundangkan.

Pasal 116

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
  1. pengelolaan dan penyelenggaraan perguruan tinggi wajib menyesuaikan dengan Peraturan Menteri ini paling lama 2 (dua) tahun sejak Peraturan Menteri ini diundangkan;
  2. BAN-PT yang telah terbentuk sebelum Peraturan Menteri ini berlaku tetap melaksanakan tugasnya sesuai dengan Peraturan Menteri ini; dan
  3. anggota BAN-PT yang telah ditetapkan sebelum Peraturan Menteri ini berlaku tetap melaksanakan tugasnya sampai dengan akhir masa kerjanya.

Pasal 117

Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 53 Tahun 2023 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 638), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.


Pasal 118

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 28 Agustus 2025
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 2 September 2025

Lampiran :
1. Permendiktisaintek Nomor 39 Tahun 2025


Artikel bermanfaat lainnya tersedia di link berikut

Post a Comment for "Permendiktisaintek Nomor 39 Tahun 2025 tentang Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi"